Rabu, 11 Maret 2009

TUT WURI MBAHAYANI



Membaca artikel Boss Ahmad tentang bagaimana seorang pejabat penting yang membuat semua orang harus menunggu saat pekan panutan yang semula dimaksudkan untuk memperlihatkan kepada khalayak bahwa pejabat tersebut adalah panutan membuat saya terpaksa harus membuka kamus dengan beberapa alasan. pertama, pejabat yang disebutkan dalam artikel tersebut sama dengan yang pejabat dalam tulisan saya tentang Sunset Policy karena secara kebetulan saya dengan Boss Ahmad bekerja dalam team yang sama. Kedua, saya ingin tahu apa sebenarnya arti panutan itu.

Hasilnya, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 2003 panutan berarti teladan atau patut dicontoh. Saya langsung berpikir bahwa pekan panutan tersebut bisa menjadi ‘blunder’ (kata ini tidak ada dalam Kamus Bahasa Indonesia) karena membuat masyarakat malah semakin bersikap apatis dengan berpikir “wah pejabatnya saja seperti itu dalam memenuhi kewajibannya, asal-asalan, masak kita ‘wong cilik’ saja yang disuruh patuh membayar pajak.

Saya jadi teringat pepatah jawa yang saya pelajarai waktu Sekolah Dasar dulu tentang kepemimpinan yang diajarkan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro yaitu “Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tutwuri Handayani’. Karena saya bukan ‘wong Jowo’ seperti Letto namun kalau tidak salah ingat, guru saya dulu mengatakan bahwa falsafah itu berarti bahwa sebagai pemimpin, jika berada di depan dia harus memberikan teladan, jika di tengah memberi semangat , sedangkan jika berada di belakang seorang pemimpin akan memberikan dorongan kepada bawahan atau ‘anak buah’nya agar maju. Pemimpin seperti itu seperti yang dimaksudkan oleh Sun Tzu yaitu ‘pemimpin yang membuat rakyat menyetujui dan sepenuh hati mendukung penguasa, serta bersedia mengikutinya dalam hidup atau mati tanpa takut menghadapi bahaya”. Melihat gaya para pemimpin saat ini, saya terus terang saja meragukan tentang adanya pemimpin yang ideal seperti yang diimpikan oleh Ki Hajar Dewantara.

Waktu kecil dulu saya diajarkan bahwa kita adalah warganegara Indeonsia yang menganut prinsip Bhineka Tunggal Ika, Semboyan negara kita yang dicengkeram erat oleh burung garuda yang kurang lebih berarti bahwa walaupun kita memiliki keragaman baik suku bangsa,bahasa, budaya, agama, keyakinan dan seterusnya namun kita merupakan satu kesatuan dalam Negara kesatuan Republik Indonesia yang biasanya disingkat NKRI sehingga perbedaan merupakan suatu hal yang perlu disyukuri karena dengan perbedaan itu kita belajar mengenal tenggang rasa dan tepo seliro “Maaf kalau saya salah kutip” atau menyitir salah satu hadits yang menyatakan bahwa perbedaan di antara kalian adalah rahmat.

Bayangkan kita melihat dalam kancah perpolitikan dewasa ini, para pemimpin kita saling memperlihatkan cara menggapai kekuasaan dengan cara-cara yang membuat kita sebagai masyarakat awam merasa muak. Bagaimana anggota Dewan yang terhormat yang terpilih untuk mewakili rakyat yang tak bisa bersuara hanya bisa menjadi ‘pencoleng’ dan ribut bila menyangkut kepentingan mereka sendiri namun diam bila menyangkut kepentingan rakyat yang bisa merugikan posisi mereka.

Perbedaan pendapat dalam partai bukannya disikapi dengan arif dan mencari solusi atau titik temu tetapi malah membuat partai lagi. Bayangkan dalam pemilihan umum yang sebentar lagi akan terlaksana ada banyak sekali partai yang untuk menghapalnya pun susah sekali.

Saya jadi teringat dengan tulisan yang ada di belakang bak sebuah truk ‘ Tut Mburi Mbahayani’ yang jika diartikan secara harfiah memberikan pesan bahwa ‘Siapa yang Ikut dibelakang Truk harus hati-hati karena berbahaya”. Menurut saya pesan tersebut lebih cocok disampaikan oleh para pemimpin di negeri ini yaitu bahaya jika kita mengikuti jejak mereka karena mereka tidak patut dicontoh. Bagaimana kita harus mencontoh atau meneladani pola perilaku yang salah sehingga “ing Ngarso sun Tulodo” diplesetkan oleh teman saya menjadi “Ing Ngarso (maaf) Sontoloyo” sedangkan ‘Ing Madya”-nya ditambahin ‘Mangun Kaco” jadi pemimpin yang berada ditengah tengah bukannya memberikan semangat malah membuat semuanya jadi berantakan.

Akhir kata tidak semua pimpinan seperti itu, kita tidak bisa menggeneralisir suatu masalah dari hanya satu atau beberapa kasus, namun itu menjadi semacam ‘muhasabah’ bagi diri sendiri karena ada salah satu hadits Rasulullah yang mengatakan bahwa “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung-jawabannya”. So jadilah pemimpin yang baik bukan pemimpin seperti yang diplesetkan oleh supir truk tadi. Mengutip pesan dari salah satu penceramah ‘ Mulailah dari diri sendiri”…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar